RIMPU: MAHKOTA WANITA BIMA YANG NYARIS PUNAH

RIMPU, mungkin banyak yang belum familiar dengan kata ini. Ya, Rimpu adalah salah satu kata dari bahasa bahasa Bima yang memiliki arti model pakaian wanita muslim di Bima untuk menutup auratnya. Diperlukan 2 kain sarung untuk melilit seluruh tubuh agar tertutup dengan sempurna. Satu sarung untuk bagian kepala menjulur hingga perut, menutupi lengan dan telapak tangan. Satu lainnya, untuk dililitkan dari perut hingga ujung kaki (bahasa Bimanya: sanggentu).
Secara umum rimpu terdiri atas 2 model utama, diantaranya:

1. Rimpu Mpida (biasa juga disebut rimpu cili), yaitu khusus buat para gadis Bima atau wanita yang belum berkeluarga. Model ini juga sering disebut cadar ala Bima, dimana seorang gadis hanya boleh memperlihatkan bagian matanya saja. Dalam kebudayaan masyarakat Bima, wanita yang belum menikah tidak boleh memperlihatkan wajahnya secara utuh,. Ini juga sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama Islam. Dengan memakai rimpu mpida tidak berarti membatasi ruang gerak karna sarung yang dikenakan cukup longgar sehingga akan tetap terasa sejuk dan leluasa dalam beraktivitas.
*2 gambar paling depan adalah rimpu mpida/cili

2. Rimpu Colo, yaitu rimpu untuk ibu-ibu atau wanita yang sudah berkeluarga. Wajahnya sudah boleh terlihat oleh umum. Hingga saat ini di pasar-pasar tradisional masih bisa ditemukan ibu-ibu yang memakai rimpu dengan sarung khas dari Bima yaitu tembe  nggoli (tembe:sarung).


Rimpu menjadi cerminan masyarakat Bima yang menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman, selain itu juga untuk melindungi harkat dan kehormatan seorang wanita ketika beraktivitas di luar rumah.

Rimpu sendiri mulai dikenal oleh masyarakat Bima semenjak masuknya Agama Islam ratusan tahun silam. Sebelum itu masyarakat Bima memiliki kepercayaan Makamba Makimbi, atau dalam bahasa Indonesia adalah Animisme dan Dinamisme, yaitu meyakini setiap benda hidup atau mati yang dianggap keramat memiliki roh atau jiwa dan kekuatan supranatural.

Namun semenjak Islam menyentuh masyarakat Bima, semua semua kepercayaan Makamba Makimbi mulai ditinggalkan. Kemudian wanita-wanita Bima mulai mengenakan rimpu sebagai penutup aurat.

Sayangnya seiring perkembangan zaman, budaya mengenakan rimpu bagi wanita Bimapun ikut tergerus. Semuanya bertransformasi menjadi pakaian atau busana modern, yaitu Rimpu berubah menjadi jilbab. Memang tidak ada yang salah dengan mengenakan jilbab, selain lebih efisien juga sebagai respon atas perkembangan dunia mode. Namun banyak yang mengenakan jilbab tapi seakan terlihat berpakaian minim, karna begitu ketat dan seksi hingga menampakkan lekak-lekuk tubuhnya. Sementara rimpu adalah pakaian yang sesuai dengan busana muslimah sejati sesuai petunjuk dan tuntunan agama.

Era globalisasi serta kemajuan IPTEK memang sangat signifikan dalam merubah gaya hidup. Namun masih ada segelintir orang yang mendedikasikan diri untuk memperkenalkan kembali budaya positif yang hampir musnah ditelan zaman. Seperti adik-adik dari SMAN 2 Kota Bima ini misalnya, yaitu memperkenalkan kembali kepada masyarakat Bima tentang Rimpu. Sikap seperti ini sangat patut kita berikan apresiasi yang tinggi. Serta diiringi harapan agar tak hanya ditunjukan dalam acara yang bersifat ceremonial, namun dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebuah petuah untuk wanita-wanita generasi muda Bima saat ini yang katanya berpendidikan dan terpelajar: "Kalian seharusnya malu dengan moyang kalian yang buta aksara dan tak mengenyam bangku sekolah tapi mereka sangat beretika dan menjunjung tinggi perintah agama. Sementara budaya modern telah menyeretmu dengan berjilbab namun seakan telanjang. Jika tak sanggup berjilbab sesuai tuntunan agama, maka kembalilah dalam fitrah wanita Bima yang sesungguhnya. Yaitu wanita bermartabat dengan berbusana rimpu."

*Sumber gambar: Google.com
Previous
Next Post »
Thanks for your comment